Rabu, 25 Maret 2015



Tari Muang Sangkal diciptakan oleh seorang seniman Sumenep pada 10 Oktober 1988, beliau bernama Taufikurrachman. Ia menciptakan tarian ini salah satunya dilatarbelakangi oleh kepedulian para seniman dalam menerjemahkan alam madura yang sarat akan karya dan keunikan. Disamping itu juga untuk mengangkat sejarah kehidupan karaton Sumenep pada masa lalu.


Arti Kata Muang Sangkal Secara harfiah kata moang sangkal terdiri dari dua kata bahasa Madura yang mempunyai arti kata sebagai berikut : Kata Muang artinya membuang Kata Sangkal artinya sukerta yang artinya gelap. Arti yang lebih luasnya adalah sesuatu yang menjadi santapan sebangsa setan, dedemit, jin rayangan, iblis, dalam ajaran Hindu. Kata Sangkal sendiri mengadopsi dari bahasa Jawi Kuno yang maksudnya Sengkala atau sengkolo. Sehingga sangkal dalam arti yang lebih luas oleh masyarakat Sumenep adalah : bila ada orang tua mempunyai anak gadis lalu dilamar oleh laki-laki, dan itu pertama kalinya tidak boleh langsung ditolak karena membuat si gadis tersebut akan sangkal atau tidak laku selamanya.

Gerak Tari Pada awalnya agak keras dan diiringi dengan gamelan dengan gending sampak lalu mengalir pada gending oramba’-orambe yang mengisyaratkan para putri keraton menuju ke taman sare. Dan kemudian gerakannya tambah halus, gerakan yang halus, mengisyaratkan para putri sedang berjalan di Mandiyoso (koridor keraton dalem menuju Pendopo Agung Keraton Sumenep).

Saat tarian berlangsung, para penari memegang sebuah cemong (mangkok kuningan) berisikan beras kuning. Penari berjalan beriringan dengan gerakan tangan sambil menaburkan beras kuning yang ada dalam cemong dengan diiringi musik gamelan khas kraton. Penari dan Kostum Jumlah penari dalam tarian ini harus berjumlah ganjil, dan kostum yang digunakannyapun adalah kostum pengantin legha khas Sumenep dengan warna yang khas pula, yaitu warna merah dan kuning, perpaduan warna tersebut mengandung filosofi ”kapodhang nyocco’ sare” yang maksudnya ”Rato prapa’na bunga” (raja sedang bahagia). sedangkan untuk paduan warna kostum merah dan hijau atau kuning dan hijau mengandung folosofi ”kapodang nyocco’ daun” yang maksudnya ”Rato prapa’na bendhu” (Raja sedang marah).

Para penari yang dipilih perempuan karena gerakan perempuan lebih gemulai dan lebih indah. Tarian ini bukan tarian berpasangan dengan laki-laki karena menjaga kesucian tarian ini untuk menghindari dalam keadaan bergerak antara penari laki-laki dan penari perempuan bisa bersentuhan, bila laki-laki dan perempuan bukan muhrim bersentuhan, maka menodai sucinya tarian ini. Begitu pula dengan syarat penari tidak boleh dalam keadaan datang bulan (haid).

Keunikan yang menjadi ciri khas dari tarian ini adalah : Jumlah penari harus ganjil, bisa satu, tiga lima atau tujuh dan seterusnya. Busana yang digunakan ala pengantin legga dengan dodot khas Sumenep. Para penari tidak sedang dalam datang bulan (menstruasi)
(dunia-kesenian/choir)

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!