Sabtu, 11 April 2015

Perkawinan merupakan Upacara paling sakral dalam perjalanan kehidupan manusia. Dalam prosesi perkawinan banyak ragam adat dan tradisi, khususnya bagi masyarakat tradisional di pedesaan. Sebagaimana dianut oleh masyarakat Batuputih.

Sebelum memasuki fase akad nikah, calon mempelai pria berkewajiban dapat melakukan ngombi’ nyeor atau mengupas kelapa, yang kemudian dikenal sebagai Pangantan Ngombi’ Nyeor.

Menurut pengakuan para tokoh di Batuputih, ngombi’ nyeor atau mengupas buah kelapa ini sangat penting, karena dari mengupas batok kelapa yang keras, maka sangat diperlukan ketrampilan dan kehati-hatian, sehingga ketika kelapa telah dikupas, daging kelapa tidak boleh tergores apalagi terluka.

Hal inilah yang menjadi simbol, bahwa dalam menempuh biduk rumah tangga tidak semata-mata sekedar melalui perkawinan, tapi setelah itu akan menghadapi jalan tandus, terjal dan keras sebagaimana di simbolkan batok kelapa. Namun ketika hasil kupasan tidak sesuai, maka dalam menjalankan kehidupan barunya dianggap gagal.

Proses perkawinan dalam masyarakat tersebut, pada dasarnya sangat sederhana. Seperti proses perkawinan umumnya yaitu membawah seserahan (ban-ghiban).

Pada saat prosesi perkawinan keluarga calon pengatin pria tidak langsung masuk altar akad pernikahan, namun harus diuji dulu kemampuannya, sejauhmana dia mampu dan dapat mengupas buah kelapa atau ngombi’ nyeor

Konon kelapa yang dipilih yaitu nyeor ejhu atau kelapa hijau, yaitu buah kelapa yang kulitnya berwarna hijau, dan punya arti sejuk, sedang daging kelapa tampak tebal dan empuk. Pilihan kelapa tentu telah diperhitungkan sebagai simbol kesejukan hati bagi kedua mempelai.

Dengan disaksikan semua pihak, ditempat yang telah ditentukan tersedialah tersebut sebuah kelapa yang telah bersih dari serabutnya, yaitu sebutir buah kelapa yang masih berbatok serta sebuah parang untuk mengupas yang telah disiapkan untuk calon mempelai pria.

Ujian mengupas kelapa ini sangat menentukan keberlangsungan atau tidaknya proses pernikahan nantinya. Apabila sang calon mempelai pria berhasil mengupas tanpa ada luka atau goresan pada kulit dan daging kelapa, maka pernikahan dapat dilanjutkan. Dan sebaliknya, apabila ternyata sang calon mempelai pria gagal, serta terdapat luka pada daging kelapa yang dikupasnya, dipastikan pernikahan tidak dapat dilanjutkan atau gagal.

Hal inilah yang kerap menjadi tantangan bagi seorang pria untuk mendapatkan seorang istri. Namun  kegagalan tersebut dapat diulang kembali pada waktu yang berbeda. Dengan kata lain, proses hajatan perkawinan harus dibentangkan kembali setelah calon mempelai pria benar-benar mampu dan sanggup mengupas kelapa dengan benar, yang artinya sang pria harus benar-benar siap lahir dan batinnya. (lontarmadura/choir)
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!